The United Nations Convention against Corruption (UNCAC) mulai berlaku (entry into force) sejak tanggal 14 Desember 2005. Hingga saat ini, sebanyak 140 negara telah menandatangani Konvensi tersebut dan 165 negara telah meratifikasinya.
UNCAC memberikan suatu standardisasi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi yang mencakup 5 (lima) aspek utama, yaitu pencegahan, kriminalisasi dan penegakan hukum, kerjasama internasional, pemulangan asset (asset recovery), serta bantuan teknis dan pertukaran informasi.
Berbagai pertemuan yang dilakukan dalam kerangka UNCAC meliputi Implementation Review Group (IRG), Working Group on Prevention, Working Group on Asset Recovery, Working Group on International Cooperation dan Conference of the States Parties (CoSP) yang merupakan pertemuan tingkat tertinggi dalam UNCAC. Untuk mendukung efektivitas implementasi UNCAC, dibentuk suatu mekanisme yang dikenal dengan “review implementasi” berupa peninjauan implementasi UNCAC oleh negara pihak dengan menggunakan sistem peering.
Posisi Indonesia
Sebagai bentuk komitmen terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, Indonesia telah meratifikasi UNCAC melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC 2003 tertanggal 18 April 2006.
Setelah meratifikasi UNCAC, maka kepentingan Indonesia terkait kerja sama internasional antara lain adalah peningkatan kapasitas (capacity building), bantuan teknis, serta kerja sama dalam asset tracing dan asset recovery untuk melacak dan mengembalikan hasil dan pelaku tindak pidana korupsi ke Indonesia. Upaya tersebut dilakukan melalui kesepakatan mutual legal assistance dan perjanjian ekstradisi secara bilateral dengan targeted countries untuk memudahkan proses hukum.
Indonesia senantiasa berpartisipasi aktif dalam setiap pertemuan UNCAC. Pada tahun 2008, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Negara Pihak sesi kedua di Bali sekaligus menjadi Presiden Konferensi. Pada Konferensi Negara Pihak sesi keempat tahun 2011 di Maroko, Indonesia menjadi First Vice President mewakili Kelompok Asia. Pada kesempatan tersebut, Indonesia telah membantu Presiden Konferensi (Maroko) dalam memimpin jalannya persidangan pada beberapa mata acara penting, yaitu review implementasi UNCAC, bantuan teknis, dan pengembalian aset.
Sementara itu, berkaitan dengan mekanisme review implementasi, Indonesia telah menunjukkan kepemimpinannya (lead by example) dengan mengajukan diri menjadi negara under review pada tahun pertama pelaksanaannya yaitu periode 2010-2011. Dalam kesempatan tersebut, Indonesia telah di-review oleh pakar dari Inggris dan Uzbekistan berkenaan dengan implementasi Indonesia terhadap Bab III UNCAC mengenai kriminalisasi dan penegakan hukum dan Bab IV mengenai kerja sama internasional.
Pada tahun kedua pelaksanaan review implementasi, yaitu periode 2011-2012, Indonesia bersama Belarusia terpilih untuk melakukan proses review terhadap Iran yang laporan akhirnya diharapkan dapat diselesaikan pada paruh kedua tahun 2013.
Indonesia juga menyampaikan berbagai kepentingannya dalam pertemuan IRG dan Working Group on Prevention dan Asset Recovery yang diadakan setiap tahunnya. Dalam berbagai pertemuan Working Group Asset Recovery, Indonesia merupakan salah satu negara yang konsisten dan secara proaktif mendorong implementasi Bab V UNCAC mengenai pengembalian aset secara konkret tanpa ditunda-tunda. Hal ini sejalan dengan kebijakan nasional dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi yang menempatkan upaya pengembalian aset tindak pidana korupsi kepada negara asal (country of origin) sebagai salah satu prioritas utama. Berbagai pertemuan dan mekanisme internasional tersebut di atas diharapkan dapat mendorong upaya pencegahan dan pemberantasan pada tataran nasional. (Sumber : Direktorat KIPS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar