HASIL SCAN TEKS PROKLAMASI
TULISAN TANGAN BUNG KARNO
SEJARAH GEDUNG MUSEUM PERUMUSAN NASKAH PROKLAMASI
Gedung ini didirikan sekitar tahun 1920 dengan arsitektur Eropa (Art Deco), dengan luas tanah 3.914 meter persegi dan luas bangunan 1.138 meter persegi. Pada tahun 1931, pemiliknya atas nama PT Asuransi Jiwasraya. Ketika pecah Perang Pasifik, gedung ini dipakai British Consul General sampai Jepang menduduki Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini menjadi tempat kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda, Kepala Kantor Penghubung antara Angkatan Laut dengan Angkatan Darat. Setelah kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, gedung ini tetap menjadi tempat kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda sampai Sekutu mendarat di Indonesia, September 1945. Setelah kekalahan Jepang gedung ini menjadi Markas Tentara Inggris.
Pemindahan status pemilikan gedung ini, terjadi dalam aksi nasionalisasi terhadap milik bangsa asing di Indonesia. Gedung ini diserahkan kepada Departemen Keuangan, dan pengelolaannya oleh Perusahaan Asuransi Jiwasraya.
Pada 1961, gedung ini dikontrak oleh Kedutaan Inggris sampai dengan 1981. Selanjutnya gedung ini diterima oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 28 Desember 1981. Tahun 1982, gedung ini sempat digunakan oleh Perpustakaan Nasional sebagai perkantoran.
Gedung ini menjadi sangat penting artinya bagi bangsa Indonesia karena pada 16-17 Agustus 1945 terjadi peristiwa sejarah, yaitu perumusan naskah proklamasi bangsa Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 1984, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Nugroho Notosusanto, menginstruksikan kepada Direktorat Permuseuman agar merealisasikan gedung bersejarah ini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0476/1992 tanggal 24 November 1992, gedung yang terletak di Jalan Imam Bonjol No. 1 ditetapkan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi, yaitu sebagai Unit Pelaksana Teknis di bidang kebudayaan dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
RUANG PENGETIKAN
TEKS PROKLAMASI
Ruang pameran yang terdapat di Museum Perumusan Naskah Proklamasi sebagai berikut:
1. Ruang Pra-Proklamasi Naskah Proklamasi
2. Ruang Perumusan Naskah Proklamasi
3. Ruang Pengesahan/Penandatanganan Naskah Proklamasi
4. Ruang Pengetikan Teks Proklamasi
Soekarno, Hatta, dan Subardjo merumuskan naskah proklamasi di Ruang Perumusan Naskah Proklamasi. Selanjutnya Soekarno membacakan naskah tersebut kepada hadirin di Ruang Pengesahan/Penandatanganan Naskah Proklamasi. Hadirin menyetujui secara bulat. Selanjutnya naskah diketik di Ruang Pengetikan Teks Proklamasi. Setelah teks proklamasi selesai diketik segera dibawa kembali ke ruang pengesahan/penandatanganan naskah proklamasi. Di ruang ini naskah proklamasi ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Peristiwa ini berlangsung menjelang waktu subuh, hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan pada bulan suci Ramadan.
Setelah naskah proklamasi ditandatangani, dibicarakan mengenai tempat pembacaan naskah proklamasi dan atas pertimbangan keamanan maka Soekarno mengumumkan bahwa pembacaan naskah proklamasi diadakan di halaman depan rumah kediamannya, Jalan Pengangsaan Timur no.56, pukul 10.00 WIB.
Hadir pada pertemuan bersejarah itu, antara lain:
- Ir. Soekarno
- Drs. Mohammad Hatta
- Mr. Ahmad Subardjo
- Dr. Mohammad Amir
- Dr. Boentaran Martoatmodjo
- Mr. I Gusti Ketut Poedja
- Mr. A. Abbas
- Mr. Iwa Kusumasumantri
- Mr. Johannes Latoeharhary
- Ki Bagoes Hadji Hadikoesoemo
- Mr. Teukoe Moehammad Hasan
- Ki Hadjar Dewantara
- R. Otto Iskandardinata
- Dr. KRT. Radjiman Wedyodiningrat
- Mr. Soetardjo Kartohadikusumo
- Prof. Dr. Mr. R. Soepomo
- R. Soekardjo Wirjopranoto
- Dr. G.S.S.J. Ratulangi
- B.M. Diah
- Sukarni
- Chaerul Saleh
- Sayuti Melik
- Anang Abdoel Hamidhan
- Andi Pangerang
- Andi Sultan Daeng Radja
- Semaun Bakry
- Soediro (Mbah)
- Abikoeno Tjokrosoejoso
- Dr. Samsi Sastrawidagdo
PATUNG DADA SUTAN SJAHRIR
PERISTIWA SEJARAH LAINNYA
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan tidak hanya dilakukan secara fisik saja tetapi juga dengan cara diplomasi. Awal perjuangan diplomasi terjadi di gedung ini, yaitu pada 17 November 1945 diadakan pertemuan antara pihak Indonesia yang dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan pihak Belanda yang dipimpin oleh H.J.Van Mook, sedangkan dari pihak Sekutu diwakili oleh Philip Christison.
Pada 7 Oktober 1946, atas jasa baik Inggris perundingan dilakukan lagi di gedung ini yaitu antara pihak Indonesia dan pihak Belanda. Pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir dan pihak Belanda oleh Willem Schermerhorn, sedangkan sebagai penengahnya adalah Lord Killearn.
Sumber: Brosur 'Museum Perumusan Naskah Proklamasi'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar