Translate

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH (PROBLEM BASED INSTRUCTION) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Pardomuan N. J. M. Sinambela

Penelitian ini dilatarbelakangi kenyataan di lapangan, bahwa hasil belajar matematika siswa secara umum masih rendah, dan pola pembelajaran yang digunakan selama ini masih didominasi oleh guru. Hasil penelitian menunjukkan tingkat ketuntasan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah (problem-based instruction) (kelas eksperimen) dan menggunakan pembelajaran konvensional (kelas kontrol) masing-masing sebesar 68,18% dan 41,46%. Berdasarkan kriteria pencapaian efektivitas disimpulkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah (problem-based instruction) tidak efektif. Hasil analisis statistik inferensial dengan menggunakan analisis kovarians menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah (problem-based instruction) lebih baik dibanding dengan pembelajaran konvensional.

Kata kunci: Model pembelajaran berdasarkan masalah, keefektifan, pemahaman

This research fact in field, that students’ achievement of mathematics in general still lower, and learnings’ model still predominated by teacher. Result of research show that students’ achievement complete by using problem-based instruction model (experiment class) and use conventional teaching model (control class) each of 68.18% and 41.46%. Pursuant of effectiveness criterion attainment problem-based instruction is not effective. Result of statistical analysis of inferensial by using covariance analysis indicate, that students’ achievement following problem-based instruction better than conventional teaching model.

 

 

images

PENDAHULUAN

Perubahan zaman saat ini, khususnya abad 21 atau lebih tepat dinamakan abad ilmu pengetahuan, semua orang dituntut untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan sehingga dapat menguasai teknologi dan dapat beradaptasi dengan keadaannya. Suatu bangsa dapat dikatakan maju apabila bangsa tersebut dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini berarti sumber daya manusia bangsa tersebut harus mempunyai mutu yang tinggi dan memiliki kemampuan komparatif, inovatif, kompetitif, dan mampu berkolaboratif sehingga sumber daya manusia tersebut, akan lebih mudah menyerap informasi baru lebih efektif, sehingga mereka mempunyai kemampuan yang handal dalam beradaptasi untuk menghadapi perubahan zaman yang semakin cepat.

Banyak orang awam maupun para ahli berpendapat, bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan sangat mendasar dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin perkembangan sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988) menyatakan bahwa, tujuan pendidikan adalah mengembangkan pemikir-pemikir yang matang dan dapat menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan nyata. Menurut Soedjadi (2000: 45), pendidikan matematika seharusnya memperhatikan dua tujuan, yaitu (1) tujuan yang bersifat formal, yaitu penataan nalar serta pembentukan pribadi anak didik, dan (2) tujuan yang bersifat material, yaitu penerapan matematika serta keterampilan matematika. Dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran matematika siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara matematika serta diharapkan mampu menerapkan matematika itu dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan nyata.

Dalam setiap pembelajaran guru berharap agar siswa yang diberi pembelajaran memperoleh hasil belajar yang sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Kenyataan yang dijumpai di lapangan sangat bertolak belakang dengan yang diharapkan guru. Tidak semua siswa yang mengalami pembelajaran memperoleh hasil belajar yang maksimal, bahkan masih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar.

Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam memahami konsep dan memecahkan masalah, antara lain dengan memperhatikan penyebab kesulitan yang berasal dari siswa sendiri maupun yang berasal dari luar diri siswa. Namun hasil yang dicapai siswa dalam pelajaran matematika masih belum dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Terdapat ketidakadilan dalam penentuan kesulitan belajar matematika siswa. Seringkali siswa menjadi korban dan dianggap sebagai sumber penyebab kesulitan belajar. Mungkin saja kesulitan itu bersumber dari luar diri siswa, misalnya saja proses pembelajaran yang terkait dengan kurikulum, cara penyajian materi pelajaran, dan suasana pembelajaran. Hal tersebut dapat mengakibatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap siswa terhadap matematika cukup memprihatinkan, akibatnya siswa tidak mampu mandiri dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya sehingga prestasi siswa dalam mata pelajaran matematika selalu tidak memuaskan.

Ini terbukti dari hasil ujian akhir nasional (UAN) untuk program IPA yang menunjukkan masih rendahnya kemampuan siswa dalam bidang studi matematika di Kabupaten Labuhan Batu, tahun ajaran 2001/2002, 2002/2003, 2003/2004.

 

Tabel 1 Rata –rata nilai UAN matematika SMA jurusan IPA


 
No.    Wilayah              Tahun    Jml Sekolah              Jml Peserta            Rata-rata      
                                                  Negeri    Swasta    Negeri    Swasta    Negeri    Swasta      
1.     Kab. Lab. Batu     01/02    13              14         1114      665         3,42        3,21      
2.     Kab. Lab. Batu     02/03    13              14         1029      587         4,15        3,67      
3.     Kab. Lab. Batu    03/04     16              14         1080      560         4,85        4,56    

(sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Labuhan Batu)

Hal di atas tersebut terjadi, mungkin disebabkan karena pemahaman konsep matematika siswa tidak jelas. Selama ini siswa cenderung menghapal konsep dan tidak memahaminya, ditambah lagi paradigma pembelajaran sering mengalami gejolak sebagai akibat kecenderungan seorang guru menggunakan cara yang sama pada suatu sistem yang telah berubah dan menginginkan hasil yang berbeda. Pembelajaran konvensional hanya berorientasi pada hasil belajar yang dapat diamati dan diukur hal ini hampir sepadan dengan pandangan Behavioristik yaitu siswa bersifat pasif dan guru cenderung memberikan/memindahkan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa maka konsep, prinsip dan aturan-aturan dalam matematika saling terisolasi dan tidak bermakna. Akibatnya siswa tidak dapat menerapkan konsep karena tidak memahami bagaimana terbentuknya konsep tersebut dan selanjutnya sukar untuk mengadaptasikan pengetahuannya terhadap keadaannya.

Kemampuan yang terkandung dalam bermatematika seluruhnya bermuara pada penguasaan konsep dan memampukan siswa memecahkan masalah dengan kemampuan berpikir kritis, logis dan sitematis, serta terstruktur. National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) menganjurkan, “Problem solving must be the focus of school mathematics” (Sobel dan Maletsky, 1988: 53). Hal ini dipertegas oleh Polya (1980) yang menyatakan, “In my opinion, the first duty of a teacher of mathematics is to use this opportunity: He should do everything in his power to develop his students’ ability to solve problems.” Kutipan ini menjelaskan tentang tugas utama guru matematika adalah mengerahkan segala kemampuan yang ada pada guru untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, sebab inti pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah.

Slavin (2000: 256) menyatakan,

the essence of constructivist theory is the idea that learners must individually discover and transform complex information if they are to make it their own. Constructivist theory sees learners as constantly checking new information against old rules and then revising rules when they no longer work. This view has profound implications for teaching, as it suggests a far more active role for student in their own instruction than is typical in many of classrooms. Because of the ephasis on students as active learners, constructivist strategies are often called student centered instructions.”

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa teori konstruktivis menekankan ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan sendiri informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak lagi sesuai. Siswa dituntut untuk benar-benar memahami dan menerapkan pengetahuan yang diperolehnya, memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk kepentingannya, dan berusaha dengan ide-ide yang ada padanya.

Salah satu model pembelajaran dengan paham konstruktivis yang penekanannya memampukan siswa memecahkan masalah dan dimungkinkan mengangkat masalah serta berorientasi pada pemahaman adalah model pembelajaran berdasarkan masalah (problem-based instruction). Model pembelajaran berdasarkan masalah (problem-based instruction) adalah suatu kegiatan pembelajaran yang meliputi tahap-tahap pembelajaran, antara lain: orientasi siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa dalam belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Melihat kenyataan itu, maka pembelajaran berdasarkan masalah dianggap dapat menanamkan pemahaman pengertian serta membimbing siswa agar mampu memahami konsep, prinsip dan aturan-aturan dalam matematika. Peneliti melihat bahwa pembelajaran berdasarkan masalah dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran untuk membimbing siswa dalam memahami konsep dan prinsip. Dalam pembelajaran berdasarkan masalah siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah, sehingga siswa itu dengan sendirinya dapat menemukan bagaimana konsep itu terbentuk.

Berdasarkan pengalaman peneliti dan informasi beberapa rekan guru dari beberapa sekolah, ternyata pada pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat prestasi siswa masih rendah. Hal ini dikarenakan siswa tidak memahami konsep/prinsip sistem persamaan linear dan kuadrat.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang model pembelajaran berdasarkan masalah di kelas X SMA dan membandingkannya dengan pembelajaran konvensional. Untuk dapat menerapkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah (problem-based instruction) di sekolah, diperlukan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada model pembelajaran berdasarkan masalah (problem-based instruction). Oleh karena itu, peneliti terlebih dahulu melakukan pengembangan perangkat yang berorientasi pada model pembelajaran berdasarkan masalah (problem-based instruction)

Berdasarkan latar belakang masalah, ada tiga masalah pokok yang perlu dipecahkan dalam penelitian iini, untuk itu peneliti merumuskan masalahnya, sebagai berikut : 1) Bagaimana pengembangan dan hasil pengembangan perangkat pembelajaran model pembelajaran berdasarkan masalah yang baik/valid untuk pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat di kelas X SMA?, 2) Apakah model pembelajaran berdasarkan masalah (PBI) efektif dalam pembelajaran matematika untuk pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat?, 3) Apakah hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional untuk pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat di kelas X SMA?

Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika

Pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek kognitif siswa dan pembelajarannya berpusat kepada siswa. Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang dilakukan siswa melainkan kepada apa yang mereka pikirkan pada saat melakukan pembelajaran tersebut. Peran guru dalam pembelajaran ini terkadang melibatkan presentasi dan penjelasan sesuatu hal kepada siswa, namun pada intinya dalam pembelajaran berdasarkan masalah guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah dengan cara mereka sendiri. Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah haruslah bersifat top-down artinya diawali dengan masalah yang kompleks, dilanjutkan dengan masalah-masalah yang spesifik dengan maksud mencari solusi masalah kompleks tersebut. Dalam pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, guru harus mengupayakan siswa agar dapat dengan sendirinya mengkonstruk konsep maupun prinsip-prinsip matematika. Pembelajaran yang akan dilakukan harus terlebih dahulu dirancang oleh guru, dan guru hanya bertugas sebagai fasilitator dan pembimbing.

Dalam model pembelajaran berdasarkan masalah (problem-based instruction) ditekankan bahwa pembelajaran dikendalikan dengan masalah. Oleh karena itu, pembelajaran berdasarkan masalah dimulai dengan memecahkan masalah, dan masalah yang diajukan kepada siswa harus mampu memberikan informasi (pengetahuan) baru sehingga siswa memperoleh pengetahuan baru sebelum mereka dapat memecahkan masalah itu. Dalam pembelajaran yang dilakukan tujuannya bukan hanya mencari jawaban tunggal yang benar, tapi lebih dari itu siswa harus dapat menginterpretasikan masalah yang diberikan, mengumpulkan informasi yang penting, mengidentifikasi kemungkinan pemecahan masalah, mengevaluasi pilihan, dan menarik kesimpulan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kyeong Ha (2003) yang menyatakan,

problem-based learning describes an instruction environment where problems drive the Instruction. That is, instruction begins with a problem to be solved, and the problem is posed such a way that students need to gain new knowledge before they can solve the problem. Rather than seeking a single correct answer, students interpret the problem, gather needed information, identify possible solutions, evaluate options, and present conclusions. Proponents of mathematics problem solving insist that students become good problem solvers.”

Beberapa Hal Penting yang Terkait dengan Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-based Instruction)

1. Pembelajaran berdasarkan masalah dan pemecahan masalah

Karena pembelajaran berdasarkan masalah dimulai dengan suatu masalah untuk dipecahkan, siswa yang terlibat di dalam pembelajaran berdasarkan masalah harus mampu menjadi pemecah masalah yang terampil, pemikir yang kreatif, dan menjadi seorang pemikir kritis. Sangat disayangkan, jika kemampuan pemecahan masalah siswa diremehkan. Karena melalui masalah yang kontekstual dan dekat dengan lingkungan siswa, terkadang siswa lebih memahami dan dapat menghubung-hubungkan pengetahuan yang ada padanya

2. Pembelajaran berdasarkan masalah dan paham konstruktivis

Para pendukung pembelajaran berdasarkan masalah percaya bahwa jika siswa mengembangkan sendiri cara untuk mengkonstruk pengetahuan mereka, maka mereka dapat mengintegrasikan pengetahuan dengan cara mereka sendiri.

Mengajar matematika secara tradisional merupakan pengajaran yang berorientasi pada guru dimana pengetahuan matematika itu diperkenalkan kepada siswa sudah dalam bentuk jadi. Dalam keadaan yang seperti ini, kemungkinan siswa hanya meniru prosedur ilmu yang diberikan tanpa pemahaman konsep yang mendalam dan jelas. Jika ilmu matematika dan keterampilan prosedural diajarkan pada siswa sebelum siswa mempunyai konsep yang jelas berdasarkan pemahaman siswa, keterampilan pemikiran kreatif siswa tampaknya akan terkekang oleh pengajaran yang dilakukan.

3. Pemahaman siswa dalam pembelajaran berdasarkan masalah

Pembentukan pemahaman matematika melalui pengerjaan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari akan memberikan siswa beberapa keuntungan. Pertama, siswa dapat lebih memahami adanya hubungan yang erat antara matematika dengan situasi, kondisi, dan kejadian di keadaan sekitarnya. Kedua, siswa terampil menyelesaikan masalah secara mandiri dengan menggunakan kemampuan yang ada dalam dirinya (insting, nalar, logika, dan ilmu). Dalam hal ini pengembangan “instruction for living” dan “life skill” mendapat porsi yang sebenarnya. Ketiga, siswa membangun pemahaman pengetahuan matematika mereka secara mandiri sehingga menumbuhkembangkan rasa percaya diri yang proporsional dalam bermatematika sehingga siswa tidak takut terhadap pelajaran matematika. Keempat, karena konsep matematika digali dari permasalahan nyata seakan-akan konsep dan prinsip matematika itu diciptakan dari awal oleh siswa sendiri dengan bantuan guru sehingga rasa memiliki siswa terhadap matematika diharapkan secara logis semakin tinggi dan dapat memodifikasi konsep dan prinsip matematika pada situasi yang berbeda.

4. Peran guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah

Dalam pembelajaran berdasarkan masalah, kemampuan guru mengajar harus lebih kritis dibanding kelas tradisional yang berpusat pada guru. Disamping menyajikan pengetahuan matematika bagi siswa, guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah harus melibatkan siswa dalam menyusun informasi dan penggunaan pengetahuan mereka dalam pemecahan masalah

Guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah harus merancang dan mengatur pembelajaran terhadap pemahaman matematika siswa yang memungkinkan guru untuk memandu siswa dalam menerapkan pengetahuan pada berbagai situasi masalah. Guru harus memiliki kemampuan matematika yang dalam/luas agar dapat melakukan hal tersebut. Guru dengan kemampuan matematika yang dangkal dalam pembelajaran berdasarkan masalah, kemungkinan akan dapat membawa siswa pada kegagalan dalam mempelajari matematika. Tanpa suatu pemahaman matematika yang cukup, seorang guru tidak akan dapat melakukan tugas untuk memilih materi yang sesuai dengan keadaan dan kemampuan siswa dalam memilih strategi memecahkan masalah, maupun dalam merencanakan aktivitas kelas.

 

METODE PENELITIAN

Jenis dan Prosedur Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian eksperimen semu yang diawali dengan pengembangan perangkat pembelajaran berupa: Rencana Pembelajaran (RP), Buku Guru (BG), Buku Siswa (BS), Lembar Kegiatan Siswa (LKS); dan pengembangan instrumen penelitian berupa Tes Hasil Belajar (THB). Pengembangan perangkat mengacu pada four D model yang dikemukakan oleh Thiagarajan, Semmel (1974: 5) dengan beberapa modifikasi.

Setelah perangkat pembelajaran dikembangkan, dilaksanakan penelitian eksperimen untuk 1) melihat keefektifan pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan tersebut, 2) melihat perbedaan antara hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran dengan menggunakan perangkat tersebut (Pembelajaran Berdasarkan Masalah) dan hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran konvensional.

Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Model pengembangan yang akan digunakan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini adalah modifikasi dari model Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (1974: 5-9) yang dikenal dengan Four-D Models (Model 4D). Model 4D dipilih karena sistematis dan cocok untuk mengembangkan perangkat pembelajaran, namun dalam penelitian ini peneliti melakukan modifikasi terhadap model 4D. Hal ini dilakukan karena model 4D ini dirancang untuk pembelajaran bagi siswa luar biasa (exceptional pupils) sedangkan subjek penelitian ini adalah siswa biasa/normal. Modifikasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Penyederhanaan model dari empat tahap menjadi tiga tahap, yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop). Hal ini dilakukan karena keterbatasan waktu dan kemampuan dari peneliti, 2) Analsisis konsep dan analisis tugas yang semula paralel, diubah menjadi berurutan dari analisis konsep ke analisis tugas. Hal ini dilakukan karena dalam matematika materinya terstruktur, sehingga urutan tugas bergantung dari urutan materi/konsep, 3) Istilah analisis konsep diganti menjadi analisis materi. Hal ini dilakukan karena yang akan dikembangkan adalah perangkat pembelajaran. Materi memiliki cakupan yang lebih luas dari pada konsep. Dalam satu materi dapat terdiri dari beberapa konsep, 4) Dalam tahap pengembangan ditambahkan kegiatan uji keterbacaan. Uji keterbacaan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah bahasa yang digunakan dalam perangkat pembelajaran sudah dipahami oleh siswa dan guru.

Modifikasi pengembangan perangkat pembelajaran model 4D dalam penelitian ini disajikan dalam diagram berikut.clip_image001

clip_image002clip_image003

Gambar 1 Modifikasi Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran

dari model 4 D (Four D Model)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Hasil Pengembangan Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Tes Hasil Belajar

Sebelum perangkat dan instrumen penelitian dieksperimenkan (tahap desiminasi), pada tahap develop semua perangkat dan instrumen terlebih dahulu diujicobakan pada kelas uji coba yang paralel dengan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran matematika yang baik dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah pada pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat di kelas X SMA Negeri 2 Rantau Selatan. Untuk memenuhi tujuan tersebut, terlebih dahulu dilakukan pengembangan perangkat pembelajaran dengan menggunakan model 4D yang telah dimodifikasi seperti telah diuraikan pada metode penelitian. Hasil pengembangan berupa: rencana pembelajaran (RP), buku guru (BG), buku siswa (BS), lembar kerja siswa (LKS), dan tes hasil belajar (THB).

Berdasarkan penilaian dari para validator, rencana pembelajaran (RP), buku guru (BG), buku siswa (BS), lembar kerja siswa (LKS), dan tes hasil belajar (THB) memenuhi kriteria valid. Selanjutnya dilakukan ujicoba perangkat pembelajaran

Ujicoba bertujuan untuk penyempurnaan pada perangkat pembelajaran, sebelum perangkat pembelajaran digunakan pada kelas eksperimen. Ujicoba dilaksanakan 4 kali pertemuan, sesuai dengan Rencana Pembelajaran, serta 2 kali pertemuan untuk pretes dan posttes. Kelas yang terpilih adalah kelas X-2 SMA Negeri 2 Rantau Selatan dengan banyaknya siswa adalah 45 orang. Pada kegiatan ini guru mitra langsung terlibat dalam mengajarkan materi sistem persamaan linear dan kuadrat.

Ujicoba diikuti juga oleh 2 orang pengamat yang mempunyai tugas berbeda. Satu pengamat mengamati tentang aktivitas siswa dan satu pengamat lagi mengamati tentang kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Peneliti berperan menjadi pengamat umum, yang mengamati secara umum proses pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran, siswa dikelompokkan 4-5 orang dalam satu kelompok, yang terdiri dari 1 orang siswa kelompok atas, 2-3 orang siswa kelompok tengah, dan 1 orang siswa kelompok bawah. Pengelompokkan atas, tengah, dan bawah berdasarkan nilai ulangan harian dan rapor bulanan matematika sebelumnya dan wawancara serta konsultasi dengan guru. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kemampuan rata-rata tiap kelompok relatif sama.

Pengamatan terhadap aktivitas siswa dilakukan terhadap satu kelompok, selama empat kali pelaksanaan pembelajaran (4 Rencana Pembelajaran). Hal ini dilakukan dengan alasan, 1) satu kelompok dianggap cukup representatif untuk mewakili kelompok-kelompok lain, mengingat kemampuan setiap kelompok relatif sama, 2) seorang pengamat tidak mungkin melakukan pengamatan secara teliti terhadap lebih dari satu kelompok, karena pengamatan dilakukan secara kontinu tiap dua menit (ditambah satu menit untuk melakukan pencatatan) selama proses berlangsung.

Data yang diperoleh saat ujicoba dianalisis, kemudian hasilnya digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk merevisi Draft-III menjadi Draft-IV atau perangkat final yang akan digunakan untuk eksperimen.

Berdasarkan kriteria kemampuan guru mengelola pembelajaran, kemampuan guru mengelola pembelajaran pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua mencapai kategori “cukup baik” yaitu terletak dalam interval 2,80 ≤ TKG < 3,40. Untuk pertemuan ketiga dan keempat, kemampuan guru mengelola pembelajaran mencapai kategori “baik”, yaitu pada interval 3,40 ≤ TKG < 4,20.

Aktivitas siswa diamati oleh seorang pengamat. Pengamat hanya mengamati satu kelompok yang terdiri dari 4 orang siswa dari 10 kelompok yang dibentuk. Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.

Dari hasil pengamatan, aktivitas siswa pada RP I untuk kategori pengamatan 1 dan kategori pengamatan 6 melebihi batasan toleransi keefektifan, sedangkan untuk pengamatan 3 masih kurang dari batasan toleransi keefektifan. Pada pertemuan I guru masih saja mendominasi pembelajaran. Untuk RPI, RP II, RP III, dan RP IV aktivitas siswa masih berada pada kriteria batasan keefektifan. Dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran ini “efektif”.

Dari angket respon siswa yang diisi oleh 45 siswa setelah mengikuti pembelajaran untuk pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat dengan model pembelajaran berdasarkan masalah. Dari hasil yang diperoleh dapat dianalisa bahwa respon siswa terhadap semua aspek berada di atas 80%. Artinya setiap aspek direspon positif oleh siswa.

Ujicoba tes hasil belajar bertujuan untuk mendapatkan data mengenai validitas butir tes, reliabilitas tes, dan sensitivitas butir tes. Ketiga indikator ini akan menentukan apakah tes yang dikembangkan perlu direvisi atau tidak. Hasil analisis validitas butir tes, reliabilitas tes, dan sensitivitas tes adalah sebagai berikut.

Berdasarkan rumus korelasi product moment, diperoleh validitas dari masing-masing butir tes berada pada kategori sedang” dan tinggi”. Ini mengindikasikan bahwa semua butir tes memenuhih kriteria valid. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh koefisien reliabilitas a = 0,71. Hal ini berarti bahwa reliabilitas tes hasil belajar yang dikembangkan termasuk dalam kategori “tinggi”. Ini mengindikasikan bahwa semua butir tes tersebut memenuhi kriteria reliabel.

Berdasarkan perhitungan diperoleh, bahwa setiap butir tes sensitif atau peka terhadap pembelajaran. Dengan demikian masing-masing butir tes dapat dikatakan sensitif/peka.

Dengan demikian, berdasarkan pengembangan perangkat pembelajaran dengan menggunakan model 4-D yang telah dimodifikasi, dihasilkan perangkat model pembelajaran berdasarkan masalah yang “baik/valid” untuk pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat di kelas X SMA Negeri 2 Rantau Selatan.

Hasil eksperimen

Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kedua dan ketiga, dilakukan eksperimen pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah pada pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat di kelas X. Perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan, yaitu Draft IV atau perangkat final, digunakan pada eksperimen ini.

Subyek penelitian terdiri dari dua kelas yang dipilih secara acak dari 2 kelas paralel, setelah sebelumnya satu kelas dijadikan sebagai kelas uji coba. Pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen sama seperti pelaksanaan pembelajaran pada kelas ujicoba, sedangkan pada kelas kontrol, pelaksanaannya seperti biasanya guru mengajar sebelum diadakan penelitian. Dengan kata lain, pada kelas kontrol, diberikan pembelajaran konvensional. Guru menjelaskan materi diselingi tanya jawab, sedangkan siswa mendengar, mencatat, dan menjawab pertanyaan yang diberikan guru.

1. Deskripsi data hasil eksperimen

Hasil penelitian yang akan dianalisis secara deskriptif adalah data kemampuan guru mengelola pembelajaran, aktivitas siswa selama pembelajaran, respon siswa terhadap model pembelajaran berdasarkan masalah, hasil belajar siswa, dan ketuntasan belajar.

Hasil penilaian kemampuan guru mengelola pembelajaran menunjukkan bahwa kemampuan guru mengelola pembelajaran, pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua mencapai kategori “cukup baik”. Untuk pertemuan keempat kemampuan guru mengelola pembelajaran mencapai kategori baik”. Dengan demikian, berdasarkan kriteria keefektifan maka secara umum kemampuan guru mengelola pembelajaran tergolong “baik”.

Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran setiap kali pertemuan selama empat kali tatap muka dinyatakan dengan persentase. Dari hasil pengamatan diperoleh aktivitas siswa pada RP I untuk kategori pengamatan 1 dan kategori pengamatan 6 melebihi batasan toleransi keefektifan, sedangkan untuk pengamatan 3 masih kurang dari batasan toleransi keefektifan. Pada pertemuan I guru masih saja mendominasi pembelajaran. Untuk RPI, RP II, RP III, dan RP IV aktivitas siswa masih berada pada kriteria batasan keefektifan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran ini “baik” jika ditinjau dari segi aktivitas siswa. Pada kelas kontrol tidak dilakukan pengamatan.

Dari hasil angket respon siswa selama pembelajaran diperoleh bahwa semua aspek mendapat respon positif dari siswa. Dengan demikian, jika ditinjau dari respon siswa terhadap perangkat dan pelaksanaan pembelajaran, pembelajaran ini dapat dikatakan “efektif”.

Siswa dikatakan tuntas belajarnya secara individu jika mempunyai daya serap paling sedikit 65 %, sedangkan suatu kelompok (kelas) dikatakan tuntas belajarnya secara klasikal jika 85 % siswa tuntas secara individu.

Dari hasil penelitian diperoleh, bahwa pada kelas eksperimen, tepatnya sebanyak 68,18% siswa tuntas belajar secara individual. Dengan kata lain, pada kelas eksperimen, ketuntasan belajar secara klasikal tidak tercapai. Jadi, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah pada pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat dapat dikatakan “tidak efektif” jika ditinjau dari sisi ketuntasan belajar siswa. Begitu pula, pada kelas kontrol yang dikenai pembelajaran konvensional, ketuntasan belajar secara klasikal tidak tercapai. Hal ini ditandai dengan terdapat 46,34% siswa tidak tuntas belajarnya secara individual.

2. Keefektifan model pembelajaran berdasarkan masalah

Pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan masalah pada pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat dikatakan efektif jika tiga aspek dari empat aspek berikut terpenuhi, yaitu: 1) Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran efektif, 2) Aktivitas siswa efektif, 3) Ketuntasan hasil belajar secara klasikal tuntas atau efektif, 4) Respon siswa terhadap pembelajaran positif. Dengan syarat aspek 1, 3 harus terpenuhi.

Berdasarkan kriteria di atas diperoleh, penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah “tidak efektif” untuk pembelajaran pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat.

3. Perbandingan PBI dengan Pembelajaran Konvensional

Analisis statistik inferensial ANAKOVA digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah:

“Hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah (PBI) lebih baik dibanding dengan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional untuk pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat di kelas X SMA ”.

Hipotesis ini merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian nomor 3 yaitu Apakah hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik dari hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional untuk pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat.

Dari hasil analisis statistik inferensial ANAKOVA diperoleh hasil belajar siswa yang dikenai perlakuan model pembelajaran berdasarkan masalah lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran konvensional untuk pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1) Perangkat pembelajaran model pembelajaran berdasarkan masalah untuk pokok bahasan sistem persamaan linier dan kuadrat, dikembangkan dengan menggunakan model pengembangan 4-D Thiagarajan, dkk yang dimodifikasi. Proses pengembangan tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu: pendefinisian, perancangan, dan pengembangan. Hasil pengembangan perangkat meliputi rencana pembelajaran (RP), buku guru (BG), buku siswa (BS), lembar kerja siswa (LKS), dan tes hasil belajar (THB). Berdasarkan hasil dari tahap validasi dan uji coba, semua perangkat tersebut memenuhi kriteria, sehingga dihasilkan perangkat pembelajaran yang baik/valid, 2) Kemampuan guru mengelola pembelajaran baik, aktivitas siswa dalam pembelajaran efektif, respon siswa terhadap perangkat pembelajaran positif, akan tetapi model pembelajaran berdasarkan masalah tidak efektif untuk mengajarkan pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat. Hal ini terlihat dari ketuntasan belajar siswa yang tidak memenuhi kriteria ketuntasan secara klasikal, yaitu ketuntatasan hasil belajar siswa secara klasikal kurang dari 85%. Untuk kelas eksperimen persentase siswa yang tuntas yaitu 68,18% dan untuk kelas kontrol persentase siswa yang tuntas yaitu 46,34%. 3) Hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah pada pokok bahasan sistem persamaan linier dan kuadrat lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

Saran

Model pembelajaran yang diajarkan dalam pembelajaran penelitian ini memberikan beberapa masukkan untuk diperhatikan. Karena itu peneliti menyarankan : 1) Perangkat pembelajaran yang dihasilkan masih perlu diujicobakan di sekolah lain dengan berbagai kondisi yang berbeda agar diperoleh perangkat pembelajaran yang benar-benar berkualitas, 2) Perlu dikembangkan perangkat pembelajaran matematika untuk pokok bahasan yang lain, 3) Bagi guru yang ingin melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah hendaknya mempersiapkan diri dengan baik. Kebiasaan memberikan bantuan secara lengkap hendaknya dikurangi secara perlahan, agar siswa terbiasa untuk mengkonstruk jawabannya sendiri.

 

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pendidikan Kabupaten Labuhan Batu.

Marzano, R.J., Brandt, R.s., Hughes, C.S., Jones, B.F., Presseisen, B.Z., Rankin, S.C., & Suhor, C. (1998). Dimensions of Thinking: A framework for Curriculum and Instruction. Alexandria, Virginia, Association for Supervision and Curriculum Development.

Roh, Kyeong Ha (2003). Problem-Based Learning in Mathematics. ERIC Digest. http://www.ericdigests.org/2004-3/math.html. (didownload Agustus 2005)

Slavin, Robert, E. (2000). Educational Psychology, Theories and Practice. Fourth Edition. Masschusetts: Allyn and Bacon Publishers.

Sobel, Max A. dan Maletsky, Evan m..(1988). Teaching Mathematics: A Sourcebook of Aids. Activites and Strategies. New Jersey, Englewood Cliffs.

Soedjadi. R, (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (konstatasi keadaan masa kinimenuju harapan masa depan). Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Depdiknas.

United Nations. (1997). Report on the World Social Situation 1997. New York, United Nation

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Adsense Indonesia

Terbaru

Archives

Info Web

Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net